BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Nomer Antrian Anda

do you love me

Cari Artikel

Kamis, 25 Agustus 2011

Percakapan perjaka dan cewek gak perawan


http://wijisaksono.files.wordpress.com/2010/07/merayu.jpg
Sang Wanita: "Aku sudah sering dipeluk cowo lain"
Pria dengan hangatnya menjawab: "Dan aku adalah pria yang akan memelukmu dengan kasih"

Sang Wanita: "U R not my FIRST kiss"
Pria dengan senyumannya: " And U R my First Kiss "

Sang Wanita: "Beberapa cowo pernah menjamah tubuhku"
Pria dengan sabarnya mengatakan: "Yang inginku jamah adalah hatimu, rasamu" 

Sang Wanita: "Pernah ada cowo yang melihatku naked"
Pria itu menatapnya: "Dan aku melihatmu begitu polos, suci bersih tak bernoda"

Sang Wanita: "Aku pernah petting dengan mantanku"
Pria itu memeluknya dengan sabar: "Dan aku tahu, kau tak kan seperti itu lagi"

Sang Wanita menangis, terenyuh, dan berkata:
"Aku gakkan pernah pantas untukmu!! aku udah ga perawan!!"
Pria itu, menatapnya dalam, memeluknya, tersenyum dan berkata:
"Aku bukan mencintai keperawananmu, yang aku cintai adalah dirimu, sepenuhnya,..."

Kamis, 11 Agustus 2011

Kisah cinta sepanjang masa " Lila Majnun"

undefined
Alkisah, seorang kepala suku Bani Umar di Jazirah Arab memiIiki segala macam yang diinginkan orang, kecuali satu hal bahwa ia tak punya seorang anakpun. Tabib-tabib di desa itu menganjurkan berbagai macam ramuan dan obat, tetapi tidak berhasil. Ketika semua usaha tampak tak berhasil, istrinya menyarankan agar mereka berdua bersujud di hadapan Tuhan dan dengan tulus memohon kepada Allah swt memberikan anugerah kepada mereka berdua. “Mengapa tidak?” jawab sang kepala suku. “Kita telah mencoba berbagai macam cara. Mari, kita coba sekali lagi, tak ada ruginya.”

Mereka pun bersujud kepada Tuhan, sambil berurai air mata dari relung hati mereka yang terluka. “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami.”
Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Qais. Sang ayah sangat berbahagia, sebab Qais dicintai oleh semua orang. Ia tampan, bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman. Sejak awal, Qais telahmemperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari seni berperang dan memainkan musik, menggubah syair dan melukis.
Ketika sudah cukup umur untuk masuk sekolah, ayahnya memutuskan membangun sebuah sekolah yang indah dengan guru-guru terbaik di Arab yang mengajar di sana , dan hanya beberapa anak saja yang belajar di situ. Anak-anak lelaki dan perempuan dan keluarga terpandang di seluruh jazirah Arab belajar di sekolah baru ini.
Di antara mereka ada seorang anak perempuan dari kepala suku tetangga. Seorang gadis bermata indah, yang memiliki kecantikan luar biasa. Rambut dan matanya sehitam malam; karena alasan inilah mereka menyebutnya Laila-”Sang Malam”. Meski ia baru berusia dua belas tahun, sudah banyak pria melamarnya untuk dinikahi, sebab-sebagaimana lazimnya kebiasaan di zaman itu, gadis-gadis sering dilamar pada usia yang masih sangat muda, yakni sembilan tahun.
Laila dan Qais adalah teman sekelas. Sejak hari pertama masuk sekolah, mereka sudah saling tertarik satu sama lain. Seiring dengan berlalunya waktu, percikan ketertarikan ini makin lama menjadi api cinta yang membara. Bagi mereka berdua, sekolah bukan lagi tempat belajar. Kini, sekolah menjadi tempat mereka saling bertemu. Ketika guru sedang mengajar, mereka saling berpandangan. Ketika tiba waktunya menulis pelajaran, mereka justru saling menulis namanya di atas kertas. Bagi mereka berdua, tak ada teman atau kesenangan lainnya. Dunia kini hanyalah milik Qais dan Laila.
Mereka buta dan tuli pada yang lainnya. Sedikit demi sedikit, orang-orang mulai mengetahui cinta mereka, dan gunjingan-gunjingan pun mulai terdengar. Di zaman itu, tidaklah pantas seorang gadis dikenal sebagai sasaran cinta seseorang dan sudah pasti mereka tidak akan menanggapinya. Ketika orang-tua Laila mendengar bisik-bisik tentang anak gadis mereka, mereka pun melarangnya pergi ke sekolah. Mereka tak sanggup lagi menahan beban malu pada masyarakat sekitar.
Ketika Laila tidak ada di ruang kelas, Qais menjadi sangat gelisah sehingga ia meninggalkan sekolah dan menyelusuri jalan-jalan untuk mencari kekasihnya dengan memanggil-manggil namanya. Ia menggubah syair untuknya dan membacakannya di jalan-jalan. Ia hanya berbicara tentang Laila dan tidak juga menjawab pertanyaan orang-orang kecuali bila mereka bertanya tentang Laila. Orang-orang pun tertawa dan berkata, ” Lihatlah Qais , ia sekarang telah menjadi seorang majnun, gila!”
Akhirnya, Qais dikenal dengan nama ini, yakni “Majnun”. Melihat orang-orang dan mendengarkan mereka berbicara membuat Majnun tidak tahan. Ia hanya ingin melihat dan berjumpa dengan Laila kekasihnya. Ia tahu bahwa Laila telah dipingit oleh orang tuanya di rumah, yang dengan bijaksana menyadari bahwa jika Laila dibiarkan bebas bepergian, ia pasti akan menjumpai Majnun. Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat desa Laila dan membangun sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Laila. Sepanjang hari Majnun duduk-duduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok yang mengalir ke bawah menuju desa itu. Ia berbicara kepada air, menghanyutkan dedaunan bunga liar, dan Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya kepada Laila. Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Laila serta memberitahunya bahwa ia dekat.
Ia menghirup angin dari barat yang melewati desa Laila. Jika kebetulan ada seekor anjing tersesat yang berasal dari desa Laila, ia pun memberinya makan dan merawatnya, mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya dan menjaganya sampai tiba saatnya anjing itu pergi jika memang mau demikian. Segala sesuatu yang berasal dari tempat kekasihnya dikasihi dan disayangi sama seperti kekasihnya sendiri.
Bulan demi bulan berlalu dan Majnun tidak menemukan jejak Laila. Kerinduannya kepada Laila demikian besar sehingga ia merasa tidak bisa hidup sehari pun tanpa melihatnya kembali. Terkadang sahabat-sahabatnya di sekolah dulu datang mengunjunginya, tetapi ia berbicara kepada mereka hanya tentang Laila, tentang betapa ia sangat kehilangan dirinya.
Suatu hari, tiga anak laki-laki, sahabatnya yang datang mengunjunginya demikian terharu oleh penderitaan dan kepedihan Majnun sehingga mereka bertekad embantunya untuk berjumpa kembali dengan Laila. Rencana mereka sangat cerdik. Esoknya, mereka dan Majnun mendekati rumah Laila dengan menyamar sebagai wanita. Dengan mudah mereka melewati wanita-wanita pembantu dirumah Laila dan berhasil masuk ke pintu kamarnya.
Majnun masuk ke kamar, sementara yang lain berada di luar berjaga-jaga. Sejak ia berhenti masuk sekolah, Laila tidak melakukan apapun kecuali memikirkan Qais. Yang cukup mengherankan, setiap kali ia mendengar burung-burung berkicau dari jendela atau angin berhembus semilir, ia memejamkan.matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar suara Qais didalamnya. Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin atau sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qais. Hanya saja, ia tak pernah berbicara kepada siapa pun, bahkan juga kepada sahabat-sahabat terbaiknya, tentang cintanya.
Pada hari ketika Majnun masuk ke kamar Laila, ia merasakan kehadiran dan kedatangannya. Ia mengenakan pakaian sutra yang sangat bagus dan indah. Rambutnya dibiarkan lepas tergerai dan disisir dengan rapi di sekitar bahunya. Matanya diberi celak hitam, sebagaimana kebiasaan wanita Arab, dengan bedak hitam yang disebut surmeh. Bibirnya diberi lipstick merah, dan pipinya yang kemerah-merahan tampak menyala serta menampakkan kegembiraannya. Ia duduk di depan pintu dan menunggu.
Ketika Majnun masuk, Laila tetap duduk. Sekalipun sudah diberitahu bahwa Majnun akan datang, ia tidak percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi. Majnun berdiri di pintu selama beberapa menit, memandangi, sepuas-puasnya wajah
Laila. Akhirnya, mereka bersama lagi! Tak terdengar sepatah kata pun, kecuali detak jantung kedua orang yang dimabuk cinta ini. Mereka saling berpandangan dan lupa waktu.
Salah seorang wanita pembantu di rumah itu melihat sahabat-sahabat Majnun di luar kamar tuan putrinya. Ia mulai curiga dan memberi isyarat kepada salah seorang pengawal. Namun, ketika ibu Laila datang menyelidiki, Majnun dan kawan-kawannya sudah jauh pergi. Sesudah orang-tuanya bertanya kepada Laila, maka tidak sulit bagi mereka mengetahui apa yang telah terjadi. Kebisuan dan kebahagiaan yang terpancar dimatanya menceritakan segala sesuatunya.
Sesudah terjadi peristiwa itu, ayah Laila menempatkan para pengawal di setiap pintu di rumahnya. Tidak ada jalan lain bagi Majnun untuk menghampiri rumah Laila, bahkan dari kejauhan sekalipun. Akan tetapi jika ayahnya berpikiran bahwa, dengan
bertindak hati-hati ini ia bisa mengubah perasaan Laila dan Majnun, satu sama lain, sungguh ia salah besar.
Ketika ayah Majnun tahu tentang peristiwa di rumah Laila, ia memutuskan untuk mengakhiri drama itu dengan melamar Laila untuk anaknya. Ia menyiapkan sebuah kafilah penuh dengan hadiah dan mengirimkannya ke desa Laila. Sang tamu pun
disambut dengan sangat baik, dan kedua kepala suku itu berbincang-bincang tentang kebahagiaan anak-anak mereka. Ayah Majnun lebih dulu berkata, “Engkau tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat penting bagi kebahagiaan, yaitu
“Cinta dan Kekayaan”.
Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan aku bisa memastikan bahwa aku sanggup memberi mereka cukup banyak uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia dan menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Laila pun menjawab, “Bukannya aku menolak Qais. Aku percaya kepadamu, sebab engkau pastilah seorang mulia dan terhormat,” jawab ayah Laila. “Akan tetapi, engkau tidak bisa menyalahkanku kalau aku berhati-hati dengan anakmu. Semua orang tahu perilaku abnormalnya. Ia berpakaian seperti seorang pengemis. Ia pasti sudah lama tidak mandi dan iapun hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak. “Tolong katakan kawan, jika engkau punya anak perempuan dan engkau berada dalam posisiku, akankah engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku?”
Ayah Qais tak dapat membantah. Apa yang bisa dikatakannya? Padahal, dulu anaknya adalah teladan utama bagi awan-kawan sebayanya? Dahulu Qais adalah anak yang paling cerdas dan berbakat di seantero Arab? Tentu saja, tidak ada yang dapat dikatakannya. Bahkan, sang ayahnya sendiri susah untuk mempercayainya. Sudah lama orang tidak mendengar ucapan bermakna dari Majnun. “Aku tidak akan diam berpangku tangan dan melihat anakku menghancurkan dirinya sendiri,”
pikirnya. “Aku harus melakukan sesuatu.”
Ketika ayah Majnun kembali pulang, ia menjemput anaknya, Ia mengadakan pesta makan malam untuk menghormati anaknya. Dalam jamuan pesta makan malam itu, gadis-gadis tercantik di seluruh negeri pun diundang. Mereka pasti bisa
mengalihkan perhatian Majnun dari Laila, pikir ayahnya. Di pesta itu, Majnun diam dan tidak mempedulikan tamu-tamu lainnya. Ia duduk di sebuah sudut ruangan sambil melihat gadis-gadis itu hanya untuk mencari pada diri mereka berbagai
kesamaan dengan yang dimiliki Laila.
Seorang gadis mengenakan pakaian yang sama dengan milik Laila; yang lainnya punya rambut panjang seperti Laila, dan yang lainnya lagi punya senyum mirip Laila. Namun, tak ada seorang gadis pun yang benar-benar mirip dengannya,
Malahan, tak ada seorang pun yang memiliki separuh kecantikan Laila. Pesta itu hanya menambah kepedihan perasaan Majnun saja kepada kekasihnya. Ia pun berang dan marah serta menyalahkan setiap orang di pesta itu lantaran berusaha
mengelabuinya.
Dengan berurai air mata, Majnun menuduh orang-tuanya dan sahabat-sahabatnya sebagai berlaku kasar dan kejam kepadanya. Ia menangis sedemikian hebat hingga akhirnya jatuh ke lantai dalam keadaan pingsan. Sesudah terjadi petaka ini, ayahnya memutuskan agar Qais dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah dengan harapan bahwa Allah akan merahmatinya dan membebaskannya dari cinta yang menghancurkan ini.
Di Makkah, untuk menyenangkan ayahnya, Majnun bersujud di depan altar Kabah, tetapi apa yang ia mohonkan? “Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para Pecinta, Engkau yang menganugerahkan cinta, aku hanya mohon kepada-Mu satu hal
saja,”Tinggikanlah cintaku sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa, cintaku dan kekasihku tetap hidup.” Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk anaknya.
Usai menunaikan ibadah haji, Majnun yang tidak mau lagi bergaul dengan orang banyak di desanya, pergi ke pegunungan tanpa memberitahu di mana ia berada. Ia tidak kembali ke gubuknya. Alih-alih tinggal dirumah, ia memilih tinggal
direruntuhan sebuah bangunan tua yang terasing dari masyarakat dan tinggal didalamnya. Sesudah itu, tak ada seorang pun yang mendengar kabar tentang Majnun. Orang-tuanya mengirim segenap sahabat dan keluarganya untuk mencarinya.
Namun, tak seorang pun berhasil menemukannya. Banyak orang berkesimpulan bahwa Majnun dibunuh oleh binatang-binatang gurun sahara. Ia bagai hilang ditelan bumi.
Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada sesosok aneh yang duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar dengan rambut panjang hingga ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya
compang-camping dan kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak beroleh jawaban, ia mendekatinya. Ia melihat ada seekor serigala tidur di kakinya. “Hus” katanya, ‘Jangan bangunkan sahabatku.” Kemudian, ia mengedarkan
pandangan ke arah kejauhan.
Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa yang akan terjadi. Akhimya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun tahu bahwa ini adalah Majnun yang terkenal itu, yang berbagai macam perilaku anehnya
dibicarakan orang di seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam kenyataannya, ia sudah menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari kehidupan liar dan buas itu.
Berbagai macam binatang tertarik kepadanya, karena secara naluri mengetahui bahwa Majnun tidak akan mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-binatang buas seperti serigala sekalipun percaya pada kebaikan dan kasih sayang Majnun. Sang
musafir itu mendengarkan Majnun melantunkan berbagai kidung pujiannya pada Laila. Mereka berbagi sepotong roti yang diberikan olehnya. Kemudian, sang musafir itu pergi dan melanjutkan petjalanannya.
Ketika tiba di desa Majnun, ia menuturkan kisahnya pada orang-orang. Akhimya, sang kepala suku, ayah Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang musafir ke rumahnya dan meminta keteransran rinci darinya. Merasa sangat gembira dan
bahagia bahwa Majnun masih hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara untuk menjemputnya.
Ketika melihat reruntuhan bangunan yang dilukiskan oleh sang musafir itu, ayah Majnun dicekam oleh emosi dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya terjerembab dalam keadaan mengenaskan seperti ini. “Ya Tuhanku, aku mohon agar
Engkau menyelamatkan anakku dan mengembalikannya ke keluarga kami,” jerit sang ayah menyayat hati. Majnun mendengar doa ayahnya dan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan bersimpuh dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis, “Wahai ayah, ampunilah aku atas segala kepedihan yang kutimbulkan pada dirimu. Tolong lupakan bahwa engkau pernah mempunyai seorang anak, sebab ini akan meringankan beban kesedihan ayah. Ini sudah nasibku mencinta, dan hidup hanya untuk mencinta.” Ayah dan anak pun saling berpelukan dan menangis. Inilah pertemuan terakhir mereka.
Keluarga Laila menyalahkan ayah Laila lantaran salah dan gagal menangani situasi putrinya. Mereka yakin bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh keluarga. Karenanya, orangtua Laila memingitnya dalam kamamya. Beberapa sahabat Laila diizinkan untuk mengunjunginya, tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia berpaling kedalam hatinya, memelihara api cinta yang membakar dalam kalbunya.
Untuk mengungkapkan segenap perasaannya yang terdalam, ia menulis dan menggubah syair kepada kekasihnya pada potongan-potongan kertas kecil. Kemudian, ketika ia diperbolehkan menyendiri di taman, ia pun menerbangkan potongan-potongan kertas kecil ini dalam hembusan angin. Orang-orang yang menemukan syair-syair dalam
potongan-potongan kertas kecil itu membawanya kepada Majnun. Dengan cara demikian, dua kekasih itu masih bisa menjalin hubungan.
Karena Majnun sangat terkenal di seluruh negeri, banyak orang datang mengunjunginya. Namun, mereka hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu bahwa Majnun tidak kuat lama dikunjungi banyak orang. Mereka mendengarkannya
melantunkan syair-syair indah dan memainkan serulingnya dengan sangat memukau. Sebagian orang merasa iba kepadanya; sebagian lagi hanya sekadar ingin tahu tentang kisahnya. Akan tetapi, setiap orang mampu merasakan kedalaman cinta dan
kasih sayangnya kepada semua makhluk. Salah seorang dari pengunjung itu adalah seorang ksatria gagah berani bernama ‘Amar, yang berjumpa dengan Majnun dalam perjalanannya menuju Mekah. Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang sangat terkenal itu di kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri.
Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan sedih sehingga ia bersumpah dan bertekad melakukan apa saja yang mungkin untuk mempersatukan dua kekasih itu, meskipun ini berarti menghancurkan orang-orang yang menghalanginya!
Kaetika Amr kembali ke kota kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. Pasukan ini berangkat menuju desa Laila dan menggempur suku di sana tanpa ampun. Banyak orang yang terbunuh atau terluka.
Ketika pasukan ‘Amr hampir memenangkan pertempuran, ayah Laila mengirimkan pesan kepada ‘Amr, “Jika engkau atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan putriku, aku akan menyerahkannya tanpa melawan. Bahkan, jika engkau ingin
membunuhnya, aku tidak keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah bisa kuterima, jangan minta aku untuk memberikan putriku pada orang gila itu”.
Majnun mendengar pertempuran itu hingga ia bergegas kesana. Di medan pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas di antara para prajurit dan menghampiri orang-orang yang terluka dari suku Laila. Ia merawat mereka dengan penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk meringankan luka mereka.
Amr pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta penjelasan ihwal mengapa ia membantu pasukan musuh, Majnun menjawab, “Orang-orang ini berasal dari desa kekasihku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh mereka?” Karena sedemikian bersimpati kepada Majnun, ‘Amr sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang dikatakan ayah Laila tentang orang gila ini akhirnya membuatnya sadar. Ia pun memerintahkan pasukannya untuk mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Majnun.
Laila semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri. Satu-satunya yang bisa ia nikmati adalah berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam perjalanannya menuju taman, Ibn Salam, seorang bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Laila dan serta-merta jatuh cinta kepadanya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera mencari ayah Laila. Merasa lelah dan sedih hati karena pertempuran yang baru saja menimbulkan banyak orang terluka di pihaknya, ayah Laila pun menyetujui perkawinan itu. Tentu saja, Laila menolak keras. Ia mengatakan kepada ayahnya, “Aku lebih senang mati ketimbang kawin dengan orang itu.” Akan tetapi, tangisan dan permohonannya tidak digubris. Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi sama saja keadaannya. Perkawinan pun berlangsung dalam waktu singkat. Orangtua Laila merasa lega bahwa seluruh cobaan berat akhirnya berakhir juga.
Akan tetapi, Laila menegaskan kepada suaminya bahwa ia tidak pernah bisa mencintainya. “Aku tidak akan pernah menjadi seorang istri,” katanya. “Karena itu, jangan membuang-buang waktumu. Carilah seorang istri yang lain. Aku yakin, masih ada banyak wanita yang bisa membuatmu bahagia.” Sekalipun mendengar kata-kata dingin ini, Ibn Salam percaya bahwa, sesudah hidup bersamanya beberapa waktu larnanya, pada akhirnya Laila pasti akan menerimanya. Ia tidak mau memaksa
Laila, melainkan menunggunya untuk datang kepadanya.
Ketika kabar tentang perkawinan Laila terdengar oleh Majnun, ia menangis dan meratap selama berhari-hari. Ia melantunkan lagu-Iagu yang demikian menyayat hati dan mengharu biru kalbu sehingga semua orang yang mendengarnya pun ikut
menangis. Derita dan kepedihannya begitu berat sehingga binatang-binatang yang berkumpul di sekelilinginya pun turut bersedih dan menangis. Namun, kesedihannya ini tak berlangsung lama, sebab tiba-tiba Majnun merasakan kedamaian dan
ketenangan batin yang aneh. Seolah-olah tak terjadi apa-apa, ia pun terus tinggal di reruntuhan itu. Perasaannya kepada Laila tidak berubah dan malah menjadi semakin lebih dalam lagi.
Dengan penuh ketulusan, Majnun menyampaikan ucapan selamat kepada Laila atas perkawinannya: “Semoga kalian berdua selalu berbahagia di dunia ini. Aku hanya meminta satu hal sebagai tanda cintamu, janganlah engkau lupakan namaku,
sekalipun engkau telah memilih orang lain sebagai pendampingmu. Janganlah pernah lupa bahwa ada seseorang yang, meskipun tubuhnya hancur berkeping-keping, hanya akan memanggil-manggil namamu, Laila”.
Sebagai jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam cintaku demikian
lama, tanpa mampu menceritakannya kepada siapapun. Engkau memaklumkan cintamu ke seluruh dunia, sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan engkau membakar segala sesuatu yang ada di sekelilingmu” . “Kini, aku harus
menghabiskan hidupku dengan seseorang, padahal segenap jiwaku menjadi milik orang lain. Katakan kepadaku, kasih, mana di antara kita yang lebih dimabuk cinta, engkau ataukah aku?.
Tahun demi tahun berlalu, dan orang-tua Majnun pun meninggal dunia. Ia tetap tinggal di reruntuhan bangunan itu dan merasa lebih kesepian ketimbang sebelumnya. Di siang hari, ia mengarungi gurun sahara bersama sahabat-sahabat
binatangnya. Di malam hari, ia memainkan serulingnya dan melantunkan syair-syairnya kepada berbagai binatang buas yang kini menjadi satu-satunya pendengarnya. Ia menulis syair-syair untuk Laila dengan ranting di atas tanah.
Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini, ia mencapai kedamaian dan ketenangan sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu pun yang sanggup mengusik dan mengganggunya. Sebaliknya, Laila tetap setia pada cintanya. Ibn Salam tidak pernah berhasil mendekatinya. Kendatipun ia hidup bersama Laila, ia tetap jauh darinya. Berlian dan hadiah-hadiah mahal tak mampu membuat Laila berbakti kepadanya. Ibn Salam sudah tidak sanggup lagi merebut kepercayaan dari istrinya. Hidupnya serasa pahit dan sia-sia. Ia tidak menemukan ketenangan dan kedamaian di rumahnya.
Laila dan Ibn Salam adalah dua orang asing dan mereka tak pernah merasakan hubungan suami istri. Malahan, ia tidak bisa berbagi kabar tentang dunia luar dengan Laila.
Tak sepatah kata pun pernah terdengar dari bibir Laila, kecuali bila ia ditanya. Pertanyaan ini pun dijawabnya dengan sekadarnya saja dan sangat singkat. Ketika akhirnya Ibn Salam jatuh sakit, ia tidak kuasa bertahan, sebab hidupnya tidak menjanjikan harapan lagi. Akibatnya, pada suatu pagi di musim panas, ia pun meninggal dunia. Kematian suaminya tampaknya makin mengaduk-ngaduk perasaan Laila. Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas kematian Ibn Salam,
padahal sesungguhnya ia menangisi kekasihnya, Majnun yang hilang dan sudah lama dirindukannya.
Selama bertahun-tahun, ia menampakkan wajah tenang, acuh tak acuh, dan hanya
sekali saja ia menangis. Kini, ia menangis keras dan lama atas perpisahannya dengan kekasih satu-satunya. Ketika masa berkabung usai, Laila kembali ke rumah ayahnya. Meskipun masih berusia muda, Laila tampak tua, dewasa, dan bijaksana,
yang jarang dijumpai pada diri wanita seusianya. Semen tara api cintanya makin membara, kesehatan Laila justru memudar karena ia tidak lagi memperhatikan dirinya sendiri. Ia tidak mau makan dan juga tidak tidur dengan baik selama
bermalam-malam.
Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang dipikirkannya hanyalah Majnun semata? Laila sendiri tahu betul bahwa ia tidak akan sanggup bertahan lama. Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa
bulan pun menggerogoti kesehatannya. Ketika Laila meregang nyawa dan sekarat, ia masih memikirkan Majnun. Ah, kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi untuk terakhir kalinya! Ia hanya membuka matanya untuk memandangi pintu
kalau-kalau kekasihnya datang. Namun, ia sadar bahwa waktunya sudah habis dan ia akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam perpisahan kepada Majnun. Pada suatu malam di musim dingin, dengan matanya tetap menatap pintu, ia pun meninggal dunia dengan tenang sambil bergumam, Majnun…Majnun. .Majnun.
Kabar tentang kematian Laila menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama kemudian, berita kematian Lailapun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu, ia pun jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri
selama beberapa hari. Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju desa Laila. Nyaris tidak sanggup berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga tiba di kuburan Laila di luar
kota . Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari.
Ketika tidak ditemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya, per1ahan-lahan ia meletakkan kepalanya di kuburan Laila kekasihnya dan meninggal dunia dengan tenang. Jasad Majnun tetap berada di atas kuburan Laila selama
setahun. Belum sampai setahun peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan kerabat menziarahi kuburannya, mereka menemukan sesosok jasad terbujur di atas kuburan Laila. Beberapa teman sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu adalah jasad Majnun yang masih segar seolah baru mati kemarin. Ia pun dikubur di samping Laila. Tubuh dua kekasih itu, yang kini bersatu dalam keabadian, kini bersatu kembali.
Konon, tak lama sesudah itu, ada seorang Sufi bermimpi melihat Majnun hadir di hadapan Tuhan. Allah swt membelai Majnun dengan penuh kasih sayang dan mendudukkannya disisi-Nya. Lalu, Tuhan pun berkata kepada Majnun, “Tidakkah engkau malu memanggil-manggil- Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminum anggur Cinta-Ku?”
Sang Sufi pun bangun dalam keadaan gelisah. Jika Majnun diperlakukan dengan sangat baik dan penuh kasih oleh Allah Subhana wa ta’alaa, ia pun bertanya-tanya, lantas apa yang terjadi pada Laila yang malang ? Begitu pikiran ini terlintas dalam benaknya, Allah swt pun mengilhamkan jawaban kepadanya, “Kedudukan Laila jauh lebih tinggi, sebab ia menyembunyikan segenap rahasia Cinta dalam dirinya sendiri.”
Diambil dari Negeri Sufi ( Tales from The Land of Sufis )
Tentang Penulis Laila Majnun, Syaikh Sufi Mawlana Hakim Nizhami qs :
Syaikh Hakim Nizhami qs merupakan penulis sufi terkemuka diabad pertengahan karena dua roman cinta yang menyayat hati, yaitu Laila & Majnun serta Khusrau & Syirin. Kisah sedih Laila & Majnun , dimana Majnun yang berarti “Tergila-gila akan Cinta”, karena cintanya yang tak sampai pada Laila, akhirnya membuatnya gila. Kisah cinta ini dibaca selama berabad-abad, ratusan tahun jauh sebelum Romeo & Julietnya Wiliam Shakespeare sehingga Kisah Laila & Majnun terkenal sebagai kisah cintanya Persia .
Sumber: http://www.indonesiaindonesia.com/f/43605-kisah-cinta-abadi-layla-majnun-mevlana/

Selasa, 09 Agustus 2011

Orang-orang Yang Didoakan Para Malaikat

InsyaAllah kita termasuk beberapa diantaranya
inilah orang-orang yang akan didoakan oleh para malaikat Allah swt.

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci


Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa, Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci".

(Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.


Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya 'Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia'"

(Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469)

3. Orang² yang berada di shaf barisan depan shalat berjamaah


Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaf-shaf terdepan" (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib ra, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)


4. Orang² yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan shaf kosong)


Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf - shaf"

(Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5. Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.


Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu".

(Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.


Rasulullah SAW bersabda, " Para malaikat akan selalu bershalawat ( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia'"

(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7. Orang - orang yang melakukan shalat Shubuh dan 'Ashar secara berjama'ah.


Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?',mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat"

(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8.Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.


Rasulullah SAW bersabda, "Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan'"

(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda' ra., Shahih Muslim no. 2733)

9. Orang² yang berinfak.


Rasulullah SAW bersabda, "Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit'"

(Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur.


Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa) kepada orang-orang yang sedang makan sahur" Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa "sunnah" (Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib watTarhiib I/519)


11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.


Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan diwaktu malam kapan saja hingga shubuh"

(Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, "Sanadnya shahih")

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.


Rasulullah SAW bersabda, "Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain"

(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

Ka'bah Vs Hati Wali

Oleh: Abdul Aziz Sukarnawadi, MA.



Diriwayatkan oleh Syaikh Syamsuddin at-Tabrizi bahwa suatu hari ketika Syaikh Abu Yazid al-Busthami sedang dalam perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau mengunjungi seorang sufi di Bashrah. Secara langsung dan tanpa basa-basi, sufi itu menyambut kedatangan beliau dengan sebuah pertanyaan: "Apa yang anda inginkan hai Abu Yazid?".

Syaikh Abu Yazid pun segera menjelaskan: "Aku hanya mampir sejenak, karena aku ingin menunaikan ibadah haji ke Makkah".

"Cukupkah bekalmu untuk perjalanan ini?" tanya sang sufi.

"Cukup" jawab Syaikh Abu Yazid.

"Ada berapa?" sang sufi bertanya lagi.

"200 dirham" jawab Syaikh Abu Yazid.

Sang sufi itu kemudian dengan serius menyarankan kepada Syaikh Abu Yazid: "Berikan saja uang itu kepadaku, dan bertawaflah di sekeliling hatiku sebanyak tujuh kali".

Ternyata Syaikh Abu Yazid masih saja tenang, bahkan patuh dan menyerahkan 200 dirham itu kepada sang sufi tanpa ada rasa ragu sedikitpun. Selanjutnya sang sufi itu mengungkapkan: "Wahai Abu Yazid, hatiku adalah rumah Allah, dan ka'bah juga rumah Allah. Hanya saja perbedaan antara ka'bah dan hatiku adalah, bahwasanya Allah tidak pernah memasuki ka'bah semenjak didirikannya, sedangkan Ia tidak pernah keluar dari hatiku sejak dibangun oleh-Nya".

Syaikh Abu Yazid hanya menundukkan kepala, dan sang sufi itupun mengembalikan uang itu kepada beliau dan berkata: "Sudahlah, lanjutkan saja perjalanan muliamu menuju ka'bah" perintahnya.

Syaikh Abu Yazid al-Busthami adalah seorang wali super agung yang sangat tidak asing lagi di hati para penimba ilmu tasawuf, khususnya tasawuf falsafi. Beliau wafat sekitar tahun 261 H. Sedangkan Syaikh Syamsuddin at-Tabrizi (yang meriwayatkan kisah di atas) adalah juga seorang wali besar (wafat tahun 645 H.) yang telah banyak menganugerahkan inspirasi dan motivasi spiritual kepada seorang wali hebat sekaliber Syaikh Jalaluddin ar-Rumi, penggagas Tarekat Maulawiyah (wafat tahun 672 H.).

Namun siapakah sang sufi itu?. Nampaknya, kewalian yang ia miliki jauh lebih tinggi dari ketiga imam ternama di atas. Siapakah gerangan ia...?!?


Copyright © Abdul Aziz Sukarnawadi. All Rights Reserved

Minggu, 07 Agustus 2011

hari ke-19 ramadan 2007



undefined

   "Disuatu kejadian
Sekujur tubuh bergetar
Tidaklah itu sebentar
   Pelita-pelita itu mendekat
   Pelita perwujutan malaikat
Syahdu nan elok pujian-Mu
Bergema memenuhi ruangku
    Takjub yang kurasakan
    Perihal ini kejadian
Rasa terang dihatiku
Akan setetes karuniamu
   Rasa tentram dijiwaku
   Segala puji bagu-Mu
Rahmad-Mu terangi hatiku
Rahmad-Mu Tentramkan jawaku
Allahu Akbar.. Allahhu Akbar"

  Petikan puisi ini Saya buat untuk menggambarkan suatu kejadian yang pernah aku alami di bulan Suci ramadan tahun 2007 lalu. Tak pernah aku sangka kejadian ini begitu membekas hingga saat ini di relung hatiku. Aku sering berfikir bahwa apakah aku mengalami malam yang diberi kemuliaan oleh Allah.. yakni malam Lailatu Qodar, apap bila iya.. sungguh ini merupakan karunia yang sangat besar bagiku.. Lillahi ta Ala. untuk itu saya akan menggambarkan kejadian mulai ketika dari awal sebelumnya, begini ceritanya:

  Malam ini tepat malam ke 19 ramadan 2007 dan merupakan malam ganjil di bulan ramadan. Saat ini aku berumur genap 19 thn. Sejak awal tahun 2007 saya merasa benar-benar merasa bimbang dengan jalan hidupku, banyak sekali problema yang membuatku tak mampu berpikir secara bijak dan positif. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mendalami agamaku dahulu dengan banyak berzikir dan membaca Al-Quran beserta terjemahanya, sepanjang tahun itu aku terus melakukan kegiatan yang bernilai agamis dan merasa berdosa ketika melakukan sesuatu hal yang tak sesuai dengan tuntunan agamaku, yakni Islam. Hingga memasuki Bulan Ramadan aku bertambah khusu dalam menjalankan ibadahku, mulai dari sholat yang tepat waktu, sholat malam ( tahajud) bahkan solat-sholat sunah, dzikir, berdoa dan berusaha bersikap jadi good boy, aku lakukan hal2 tersebut karena waktu itu aku merasakan  bahwa sholat selalu mendapatkan ketenangan hati dan pikiran. Entah itu merupakan sugesti atau tidak yang pasti ketika melakukan Sholat aku merasa ada ketentraman yang sangat dalam sehingga dan ketika membaca Alquran aku selalu menemukan pengetahuan yang baru. Dalam bulan Ramadan ini aku terus mengeluh pada Allah tentang penyelesian masalahku yang menurutku begitu beratnya.
    Tak terasa aku sudah melewati 18 malam di bulan Ramadan dan waktu ini tanggal 19 Ramadan, setelah selesai ber-Buka puasa aku mulai dengan membaca Alquran hingga waktu sholat isya dan taraweh tiba. Sehabis sholat taraweh aku ingin sekali memejamkan mata agar nanti tidak telat ketika waktu sahur, tetapi apa daya mata ini tak mau juga terpejam. Hal ini aku akali dengan membaca Alquran supaya mata ini lebih lelah karena membaca, tetapi hingga pukul 1 malam aku tetap tidak bisa memejamkan mata. Aku kemudian melakukan sholat tahajud sekalian nunggu waktu sahur. Akhirnya waktu sahur tiba dan aku sahur dengan kakak, adekku di kontrakan kami. Setelah selesai makan sahur karena waktu sholat subuh masih lumayan lama aku kemudian membaca Alquran kembali hingga akhirnya aku sholat shubuh dan kemudian mungkin ini saatnya aku tidur entah besok mau bangun jam berapa. Aku lalu beranjak ketempat tidur, tetapi apa yang aku alami ketika baru sedetik ku memejamkan mata... Tubuh ini merasa tak bisa bergerak, mataku yang aku pikir telah terpejam sebelumnya malah dapat menyaksikan keadaan ruangan kamarku dengan begitu detailnya. Beberapa detik kemudian aku merasa tubuhku ini bergetar sungguh dasyatnya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Seluruh pikiranku menjadi tegang dan hampir2 sesak nafas, dalam getaran yang hebat itu terdengar lirih suara-suara orang mengagungkan Nama-nama Allah. Suara yang awalnya Lirih itu kemudian  semakin lama semakin keras hingga menggema diseluruh ruang kamarku, saat itu mataku yang terpejam tetapi dapat melihat keadaan ruang kamarku termasuk lampu kamar yang berwarna putis terang menyala. Tiba-tiba saja aku menyaksikan pemandangan yang tidak biasanya, yakni dinding atap kamarku muncul sebuah sinar kecil mirip api lilin yang turun dari atas atap kamarku dari yang hanya satu kemudian munculah banyak sekali cahaya kuning  dan turun sampai hampir menyentuh lantai kamarku tapi tetap masih mengambang jadinya saat itu kamarku bertaburan cahaya kuning. Badanku terus saja bergetar semakin kencang, mulutku tak bisa digerakkan, aku hanya bisa berkata dalam hati saja " kejadian apakah ini yang ku alami" suara pujian-pujian kepada Allah terus saja menggema di ruang kamarku dan cahaya -cahaya kuning itu masih juga berada dikamarku mengelilingi tubuhku dan semakin banyak hingga suasana kamarku berasa berwarna jingga atau orange kekuningan. Dalam hati aku berkata" cahaya apakah ini?", dengan tak disangka ada yang menjawab pertanyaanku dengan membisiki  lewat  telinga disebelah kiri, bahwa cahaya kecil itu adalah " Malaikat". Sungguh aku sangat terkejut dengan bisikan itu. Dan tiba-tiba saja terasa beberapa menit kemudian getaran di sekujur tubuhku mulai mereda, cahaya- kecil itu mulai hilang dan lenyap juga suara-suara gema pujian-pujian untuk Allah mulai terasa lambat laun lirih hingga akhirnya benar-benar sunyi. Mataku mulai terbuka, aku terbangun dan melihat keadaan disekitar kamarku. kulihat lampu masih menyala berwarna putih terang.Pagi itu terasa segitu berbeda suasananya begitu hening, khusu, sunyi dan damai. kemudian aku keluar dan kulihat jam menunjukan pukul 05.30, aku tak merasa kantuk sedikitpun malah berasa sangat bersemangat menjalani hari yang baru. Aku melihat langit begitu cerah, mataharipun bersinar lembut sekali berwarna kuning jingga. Begitu takjub aku mengalami kejadian tersebut sehingga aku tuliskan sebuah puisi diatas yang aku tunjukan pada malam kejadian itu. Dalam hati  bertanya-tanya   "apakah seperti inikah malam Lailatul Qodar, jika iya berarti aku adalah orang yang sangat beruntung  pernah mengalami malam yang dirahmati oleh Allah dengan berbagi kemuliaan. Yakni malam yang lebih baik daripada seribu bulan, sungguh ini karunia yang besar. Aku juga kemudian berpikir dan yakini bahwa Allah tak mengijinkanku utuk terlelap pada malam itu agar aku bisa merasakan malam Lailatul Qodar dan menambah amalan juga khusuk dalam beribadah, tak kusadari bahwa malam itu memang benar-benar malam yang damai, indah, hening ,sunyi dan penuh dengan keajaiban. aku ucapkan Segala Puji bagi Allah yang telah memberi karunia yang besar padaku.

Saat aku menulis pengalamanku ini, bulu kudukku terus aja berdiri, merinding dan terharu, sungguh saat itu adalah pengalaman yang luar biasa. jika benar itu Malam Lailatul Qodar, semoga ceritaku ini dapat menjadi motifasi teman-teman dan mempermudah mendapatkan suatu pengalaman spiritual yang Luar biasa di bulan Ramadan. Aku sangat berharap setelah kalian membaca tulisan saya ini maka kalian juga akan mengalaminya. Amin ya Rabbal Alamin.


hari ke-19 ramadan 2007

   "Disuatu kejadian
Sekujur tubuh bergetar
Tidaklah itu sebentar
   Pelita-pelita itu mendekat
   Pelita perwujutan malaikat
Syahdu nan elok pujian-Mu
Bergema memenuhi ruangku
    Takjub yang kurasakan
    Perihal ini kejadian
Rasa terang dihatiku
Akan setetes karuniamu
   Rasa tentram dijiwaku
   Segala puji bagu-Mu
Rahmad-Mu terangi hatiku
Rahmad-Mu Tentramkan jawaku
Allahu Akbar.. Allahhu Akbar"

  Petikan puisi ini Saya buat untuk menggambarkan suatu kejadian yang pernah aku alami di bulan Suci ramadan tahun 2007 lalu. Tak pernah aku sangka kejadian ini begitu membekas hingga saat ini di relung hatiku. Aku sering berfikir bahwa apakah aku mengalami malam yang diberi kemuliaan oleh Allah.. yakni malam Lailatu Qodar, apap bila iya.. sungguh ini merupakan karunia yang sangat besar bagiku.. Lillahi ta Ala. untuk itu saya akan menggambarkan kejadian mulai ketika dari awal sebelumnya, begini ceritanya:

  Malam ini tepat malam ke 19 ramadan 2007 dan merupakan malam ganjil di bulan ramadan. Saat ini aku berumur genap 19 thn. Sejak awal tahun 2007 saya merasa benar-benar merasa bimbang dengan jalan hidupku, banyak sekali problema yang membuatku tak mampu berpikir secara bijak dan positif. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mendalami agamaku dahulu dengan banyak berzikir dan membaca Al-Quran beserta terjemahanya, sepanjang tahun itu aku terus melakukan kegiatan yang bernilai agamis dan merasa berdosa ketika melakukan sesuatu hal yang tak sesuai dengan tuntunan agamaku, yakni Islam. Hingga memasuki Bulan Ramadan aku bertambah khusu dalam menjalankan ibadahku, mulai dari sholat yang tepat waktu, sholat malam ( tahajud) bahkan solat-sholat sunah, dzikir, berdoa dan berusaha bersikap jadi good boy, aku lakukan hal2 tersebut karena waktu itu aku merasakan  bahwa sholat selalu mendapatkan ketenangan hati dan pikiran. Entah itu merupakan sugesti atau tidak yang pasti ketika melakukan Sholat aku merasa ada ketentraman yang sangat dalam sehingga dan ketika membaca Alquran aku selalu menemukan pengetahuan yang baru. Dalam bulan Ramadan ini aku terus mengeluh pada Allah tentang penyelesian masalahku yang menurutku begitu beratnya.
    Tak terasa aku sudah melewati 18 malam di bulan Ramadan dan waktu ini tanggal 19 Ramadan, setelah selesai ber-Buka puasa aku mulai dengan membaca Alquran hingga waktu sholat isya dan taraweh tiba. Sehabis sholat taraweh aku ingin sekali memejamkan mata agar nanti tidak telat ketika waktu sahur, tetapi apa daya mata ini tak mau juga terpejam. Hal ini aku akali dengan membaca Alquran supaya mata ini lebih lelah karena membaca, tetapi hingga pukul 1 malam aku tetap tidak bisa memejamkan mata. Aku kemudian melakukan sholat tahajud sekalian nunggu waktu sahur. Akhirnya waktu sahur tiba dan aku sahur dengan kakak, adekku di kontrakan kami. Setelah selesai makan sahur karena waktu sholat subuh masih lumayan lama aku kemudian membaca Alquran kembali hingga akhirnya aku sholat shubuh dan kemudian mungkin ini saatnya aku tidur entah besok mau bangun jam berapa. Aku lalu beranjak ketempat tidur, tetapi apa yang aku alami ketika baru sedetik ku memejamkan mata... Tubuh ini merasa tak bisa bergerak, mataku yang aku pikir telah terpejam sebelumnya malah dapat menyaksikan keadaan ruangan kamarku dengan begitu detailnya. Beberapa detik kemudian aku merasa tubuhku ini bergetar sungguh dasyatnya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Seluruh pikiranku menjadi tegang dan hampir2 sesak nafas, dalam getaran yang hebat itu terdengar lirih suara-suara orang mengagungkan Nama-nama Allah. Suara yang awalnya Lirih itu kemudian  semakin lama semakin keras hingga menggema diseluruh ruang kamarku, saat itu mataku yang terpejam tetapi dapat melihat keadaan ruang kamarku termasuk lampu kamar yang berwarna putis terang menyala. Tiba-tiba saja aku menyaksikan pemandangan yang tidak biasanya, yakni dinding atap kamarku muncul sebuah sinar kecil mirip api lilin yang turun dari atas atap kamarku dari yang hanya satu kemudian munculah banyak sekali cahaya kuning  dan turun sampai hampir menyentuh lantai kamarku tapi tetap masih mengambang jadinya saat itu kamarku bertaburan cahaya kuning. Badanku terus saja bergetar semakin kencang, mulutku tak bisa digerakkan, aku hanya bisa berkata dalam hati saja " kejadian apakah ini yang ku alami" suara pujian-pujian kepada Allah terus saja menggema di ruang kamarku dan cahaya -cahaya kuning itu masih juga berada dikamarku mengelilingi tubuhku dan semakin banyak hingga suasana kamarku berasa berwarna jingga atau orange kekuningan. Dalam hati aku berkata" cahaya apakah ini?", dengan tak disangka ada yang menjawab pertanyaanku dengan membisiki  lewat  telinga disebelah kiri, bahwa cahaya kecil itu adalah " Malaikat". Sungguh aku sangat terkejut dengan bisikan itu. Dan tiba-tiba saja terasa beberapa menit kemudian getaran di sekujur tubuhku mulai mereda, cahaya- kecil itu mulai hilang dan lenyap juga suara-suara gema pujian-pujian untuk Allah mulai terasa lambat laun lirih hingga akhirnya benar-benar sunyi. Mataku mulai terbuka, aku terbangun dan melihat keadaan disekitar kamarku. kulihat lampu masih menyala berwarna putih terang.Pagi itu terasa segitu berbeda suasananya begitu hening, khusu, sunyi dan damai. kemudian aku keluar dan kulihat jam menunjukan pukul 05.30, aku tak merasa kantuk sedikitpun malah berasa sangat bersemangat menjalani hari yang baru. Aku melihat langit begitu cerah, mataharipun bersinar lembut sekali berwarna kuning jingga. Begitu takjub aku mengalami kejadian tersebut sehingga aku tuliskan sebuah puisi diatas yang aku tunjukan pada malam kejadian itu. Dalam hati  bertanya-tanya   "apakah seperti inikah malam Lailatul Qodar, jika iya berarti aku adalah orang yang sangat beruntung  pernah mengalami malam yang dirahmati oleh Allah dengan berbagi kemuliaan. Yakni malam yang lebih baik daripada seribu bulan, sungguh ini karunia yang besar. Aku juga kemudian berpikir dan yakini bahwa Allah tak mengijinkanku utuk terlelap pada malam itu agar aku bisa merasakan malam Lailatul Qodar dan menambah amalan juga khusuk dalam beribadah, tak kusadari bahwa malam itu memang benar-benar malam yang damai, indah, hening ,sunyi dan penuh dengan keajaiban. aku ucapkan Segala Puji bagi Allah yang telah memberi karunia yang besar padaku.

Saat aku menulis pengalamanku ini, bulu kudukku terus aja berdiri, merinding dan terharu, sungguh saat itu adalah pengalaman yang luar biasa. jika benar itu Malam Lailatul Qodar, semoga ceritaku ini dapat menjadi motifasi teman-teman dan mempermudah mendapatkan suatu pengalaman spiritual yang Luar biasa di bulan Ramadan. Aku sangat berharap setelah kalian membaca tulisan saya ini maka kalian juga akan mengalaminya. Amin ya Rabbal Alamin.






Mari Berkomentar

Lencana Facebook